Minggu, 04 Desember 2011

Tim Favorit Saya nihh.. F.C.Barcelona ^^

Langsung aja deh, ribet ngomong terus. Ini dia analisa amatiran dari seorang pengamat sepakbola awam mengenai klub sepakbola hebat di eropa :
{sumber dari banyak web, game football manager, serta pengetahuan saya sendiri ^^  (artikel ini dibuat seobjektif mungkin)}

1.                  FC Barcelona
             
Ini dia tim sepakbola yang sering disebut-sebut pengamat sepak bola dunia sebagai yang terbaik sejagad raya. Bermaterikan pola paten 4-3-3 menyerang, yang dibawa oleh legenda sepakbola Belanda, Johan Cruyff, di awal tahun 1990-an, Barcelona menjelma menjadi sebuah tim yang benar-benar menakutkan bagi setiap tim lawan saat ini . Bercirikan permainan tiki-taka, Barcelona sanggup merengkuh berbagai gelar, baik di ranah Spanyol, Eropa, bahkan dunia.


A.            Perjalanan Fondasi 4-3-3 Bersama Cruyff Hingga Guardiola


Johan Cruyff
                                                                     
Jika menilik lebih ke belakang, sebenarnya sejak era Johan Cruyff menjadi pelatih Barcelona, gaya bermain 4-3-3 selalu digunakan oleh pelatih-pelatih penerusnya. Louis van Gaal, Frank Rijkaard, hingga pelatih terkini, Josep ‘Pep’ Guardiola, selalu memakainya sebagai pakem utama untuk tim catalan ini. Setiap pelatih pun tidak ada yang dapat dikatakan gagal, bahkan ada yang pantas dilabeli pelatih sukses dengan pakem ini. Namun, jika dicermati lagi, terlihat perbedaan dari pola 4-3-3 yang diterapkan pelatih-pelatih tersebut dalam perjalanannya bersama F.C. Barcelona.
Johan Cruyff, sebagai pembawa pola ajaib itu kembali ke ranah catalunya sejak era pelatih ‘jenius’ Rinus Michels, menerapkannya dengan sistem Total Football yang memang betul dikuasainya saat masih menjadi pemain. Sebagai dinamo tim total football era Rinus Michels, ia benar-benar mengerti bagaimana menerapkan sistem tersebut dalam tim Catalan. Namun ada hal lebih besar yang dibawa dan diterapkan oleh The Flying Dutchman pada para Catalonian. Ialah visi untuk mengubah sikap dan tujuan tim ini. Cruyff datang untuk mengubah haluan tim sepakbola kebanggaan rakyat Catalan ini. Ialah pelatih visioner yang mampu meletakkan fondasi dasar pola 4-3-3 dan serius mengembangkan pemain muda lewat akademi La Masia, suatu hal yang saat ini menjadi identitas amat kuat dari klub Barcelona. Bahkan, tiki-taka yang sekarang disebut-sebut sebagai bentuk permainan terbaik dalam olahraga sepakbola, merupakan modifikasi tingkat lanjut dari total football yang diletakkan Johan Cruyff.

The Dream Team Barcelona asuhan Johan Cruyff
                    
Ia memulai perjalanannya di Barcelona dengan visi baru, misi baru, dan tujuan baru. Barcelona memulai langkah bersama Cruyff dengan tim yang disebut The Dream Team. Pemain-pemain macam Josep Guardiola, Albert Ferrer, Txiki Begiristain, Hristo Stoichkov, Romario, Michael Laudrup, hingga Ronald Koeman, hanyalah beberapa dari banyak nama hebat dalam formasi tim ini. Johan Cruyff menerapkan posisi baru di ranah Spanyol saat itu, yaitu pivote,  
posisi yang menuntut seorang pemain bekerja keras mengatur permainan, memutus aliran bola    lawan sebelum sampai garis pertahanan, dan menjaga keseimbangan tim –seperti posisi yang saat ini sering ditempati Sergio Busquets. Josep Guardiola yang saat itu sempat dilihatnya berlatih bersama tim Barcelona B, ditugaskan menempati tugas maha penting dalam pakem    4-3-3 total football. Penilaiannya tidak salah. 11 gelar direngkuh dalam 8 musim –termasuk 1 gelar liga champions eropa 1991—menunjukkan suksesnya langkah awal proses penerapan pakem 4-3-3 pada tim F.C. Barcelona ini. Johan Cruyff merupakan dalangnya, serta The Dream Team menjadi pelakon wayang dpanggung sepakbola saat itu.                
Josep Guardiola, Sang Pivote

Bobby Robson, semusim melatih Barca

Kesuksesan berlanjut dengan pola sama saat Johan Cruyff pergi, dan dilanjutkan oleh Bobby Robson. Dalam masa kerja yang singkat --semusim, Bobby Robson tetap meneruskan pemakaian pola 4-3-3 ini dan merengkuh 3 gelar, diantaranya Piala Supercopa Spanyol 1996, Copa del Rey 1997, serta European Cup Winners Cup di tahun yang sama. Walau hanya semusim dan langsung digantikan Louis van Gaal, Bobby Robson telah menuliskan namanya dalam tinta emas sejarah tim ini.

Louis van Gaal, dengan skuadnya yang didominasi pemain Belanda

Louis van Gaal datang di tahun 1997 setelah melatih Ajax Amsterdam. Lambat namun pasti, pemain-pemain belanda dari tim terdahulunya berbondong-bondong mengikutinya hijrah ke spanyol. Reiziger, de Boer bersaudara, hingga Philip Cocu hanya beberapa pemain dari banyak pemain Ajax yang mengikuti jejak van Gaal yang hijrah. Dalam menjalankan tugasnya, van Gaal tetap memilih 4-3-3 sebagai pola permainannya. Bedanya, dalam penerapannya van Gaal lebih senang untuk melihat pemainnya bermain secara text book, dan tidak membebaskan kreatifitas pemain-pemainnya untuk dieksplorasi di lapangan hijau. 

Walau merengkuh 3 gelar dalam 2 musim pertamanya, ia tidak disukai oleh fans maupun media karena banyak hal, salah satunya mengenai kebijakan “Dutch Connection” yang mengakibatkan terlalu banyak pemain belanda di dalam tim, mengakibatkan tertutupnya peluang bagi anak-anak muda catalan untuk bermain di tim ini. Disamping kebijakannya yang kontroversial, van Gaal ternyata merupakan pelatih yang mengorbitkan bintang-bintang barca dan timnas spanyol saat ini, seperti kiper Victor Valdes, Carles Puyol, hingga Xavi Hernandez ke dalam tim utama Barcelona saat itu.

Frank Rijkaard, bersama Joan Laporta yang mendukungya penuh



Trisula andalan Rijkaard Dinho, Leo, dan Eto'o

Lionel Messi, salah satu yang diorbitkan Rijkaard
Tahun 2003, tampuk kepelatihan diberikan dari meneer van Gaal kepada pelatih asal Belanda lain, Frank Rijkaard. Saat itu, rakyat Catalan benar-benar menaruh harapan besarpada pelatih yang dulunya merupakan penyerang hebat dan tergabung dalam trio belanda ini. Mereka benar-benar menginginkan gelar yang sudah lama tak direngkuh -- salah satunya akibat kehadiran tim berjuluk Los Galacticos dalam diri musuh dunia akhirat mereka, Real Madrid. Beruntungnya, bersamaan dengan pergantian pelatih, terjadi pula perubahan dalam sistem kepemimpinan klub. Joan Laporta terpilih menjadi presiden klub yang baru, sekaligus menggantikan rezim kepemimpinan presiden yang dicap gagal sebelumnya, Joan Gaspart. Joan Laporta menginginkan kejayaan klub seperti saat masiih ditangani Johan Cruyff, maka dari itu segala hal diupayakan untuk mendukung program yang dipasang sang pelatih baru. Akusisi megabintang brasil, Ronaldinho, dari Paris Saint-Germain menjadi satu-satunya transfer menggigit Barcelona saat itu. Selebihnya, Frank Rijkaard tetap mempercayakan posisi lain pada muka-muka lama di klub. Xavi Hernandez, Andres Iniesta, Victor Valdes, serta Carles Puyol lebih sering mendapat tempat di tim utama, bahkan menjadi pemain inti pada musim keduanya. Pada musim pertamanya, Frank Rijkaard sukses mengambil hati fans Barca dengan menyajikan kembali pola 4-3-3 yang mengandalkan sepakbola menyerang nan indah ala Johan Cruyff, pola yang sudah lama dinanti-nantikan seluruh fans Barcelona. Hasilnya, posisi kedua liga langsung didapat hanya dalam musim pertama Frank Rijkaard bekerja. Musim selanjutnya, Barcelona pimpinan Frank Rijkaard makin menggila, merengkuh 2 gelar La Liga berturut-turut, 1 Piala Super Spanyol, serta yang fenomenal, mengalahkan Arsenal 2-1 di Final Liga Champions sekaligus mengembalikan trofi paling bergengsi seantero eropa kepada public Catalan . Samuel Eto’o, Ronaldinho, Deco, Xavi, Valdes, dan Carles Puyol merupakan nama-nama beken saat itu yang membantu Barcelona meraih seluruh gelar diatas. Di samping itu, Frank Rijkaard juga suka membuka pintu tim utama lebar-lebar kepada lulusan La Masia berbakat. Bojan Krkic, Giovani dos Santos, hingga Lionel Messi merupakan pemain yang dikenal publik sejak era kepelatihan pria belanda ini. Bahkan, nama terakhir bertransformasi menjadi pemain terbaik sepakbola sejagat saat ini. Sayang, di sisa karirnya, Frank Rijkaard tidak mampu mempertahankan konsistensi gelar pada tim Catalunya ini. Rival mereka, Real Madrid seakan merajalela ketika permainan indah Barcelona tak seefektif yang diinginkan dalam hasil akhir. Karena gelar tak pernah diraih lagi dalam beberapa musim terakhir, tampaknya manajemen sudah bersiap untuk berganti pelatih. Namun mengenai penerus pria belanda itu, manajemen belum mengetahui dengan pasti sampai akhirnya Frank Rijkaard pergi di musim ke 6-nya.


Pelatih anyar, Josep Guardiola bersama skuad lengkap 2011/2012

Dani Alves, salah satu akusisi terbaik Guardiola
Fans serta media terhenyak. Isu-isu yang banyak berkembang mengenai bursa pelatih Barcelona hampir tak ada yang tepat sasaran.  Berbagai nama tenar dalam bursa pelatih, hilang begitu saja saat manajemen mempublikasikan kontrak 1 tahun dengan pelatih Barcelona B, Josep Guardiola, sebagai pelatih tim utama. Josep Guardiola dianggap manajemen sebagai pelatih yang cocok dan paling relevan saat itu, untuk meneruskan pola 4-3-3 menyerang nan indah. Namun, tanpa nama besarnya sebagai pelatih, mantan pemain anggota The Dream Team Johan Cruyff ini tetap dianggap kecil oleh media, fans, bahkan pemain Barcelona itu sendiri. Sebagai pelatih baru, ia melakukan transfer yang dianggap rancu saat itu, seperti menjual bintang Ronaldinho --yang saat itu memang dalam kondisi terburuknya, Deco, Giovani dos Santos, hingga memasukkan nama Samuel Eto’o ke dalam transfer list, walau nama terakhir menjadi andalan dalam musim pertamanya di Barcelona. Dan untuk mengganti pemain yang dijual, Guardiola membeli beberapa pemain seperti Dani Alves, Seydou Keita, Aliaksandr Hleb, hingga memulangkan Gerard Pique dari Manchester, serta mengorbitkan pemain lulusan akademi, layaknya Sergio Busquets dan Pedro Rodriguez, untuk mendukung strategi yang akan digunakannya. Dengan dijualnya pemain-pemain berpengaruh dalam tim, membuat keharmonisan dalam tim sendiri sedikit terguncang. Para pemain cukup tidak percaya dengan kapabilitas sang pelatih menangani tim utama. Efeknya langsung terlihat pada pertandinagan pertama liga, debut Pep Guardiola sebagai pelatih tim sekelas Barcelona. Barcelona kalah atas tim promosi 0-1. Pola 4-3-3 menyerang tak berjalan dengan baik. Namun setelah itu, Pep Guardiola memperlihatkan kehebatannya sebagai seorang pemimpin, motivator, sekaligus pelatih hebat dalam sejarah Barcelona. Ia mampu membuat tim bermaterikan bintang-bintang sepakbola kembali bersatu, bermental kuat bagai pemenang, serta memiliki visi dan tujuan yang jelas dan sama. Hal ini mirip seperti pada masa Johan Cruyff pertama kali datang membentuk fondasi Barcelona.
Formasi 4-3-3 yang diterapkan oleh pelatih terdahulu, Rijkaard, tak diubah total. Permainan indah sekaligus menghibur tetap diperagakan, pun pola 4-3-3 tetap dipertahankan.  Yang berbeda adalah Josep Guardiola membuatnya lebih efektif dengan aliran-aliran bola yang cepat namun mangambil alih penuh kendali permainan dengan possession football yang amat sulit dikalahkan, biasa kita sebut ‘tiki-taka’. Lionel Messi ditasbihkan menjadi logo baru klub menggantikan Ronaldinho era Frank Rijkaard. Bersama Victor Valdes, Carles Puyol, Pique, Xavi, Iniesta, serta Messi, Eto’o dan Henry, mereka menguasai La Liga, Copa del Rey, bahkan Liga Champions. Tak jarang, hasil akhir yang mencolok dibuat oleh tim Barcelona ini sepanjang msuim. ‘Menang dengan indah’ seakan menjadi slogan tak tertulis bagi klub ini. Treble Winners di musim pertama sangatlah menakjubkan bagi pelatih tak berpengalaman macam Josep Guardiola. Seluruh penikmat sepakbola takjub akan pencapaian itu.
 Satu lagi hal terpenting yang diterapkan Guardiola di Barcelona adalah sikap rendah hati dan mengutamakan kepentingan klub yang seakan menjadi identitas tak terbantahkan bagi Barcelona saat ini. Guardiola berani menyingkirkan pemain-pemain hebat jika tidak dapat menyatu dengan sikap dan gaya permainan Barcelona, demi kesuksesan tim itu sendiri. Zlatan Ibrahimovic adalah salah satu contohnya. Guardiola selalu menekankan kepada setiap anak asuhnya jika kepentingan tim jauh lebih penting daripada kepentingan pribadi.
Messi, Xavi, dan Iniesta, pemain terbaik dunia yang berasal dari Barcelona

Dalam strategi era Guardiola, formasi 4-3-3 tidak monoton begitu saja, namun juga sering dimodifikasi dalam bentuk patron yang tak beda jauh, namun tetap mengandalkan permainan solid ‘tiki-taka’ sehingga lawan lebih sulit mengantisipasi gaya permainan Barcelona sekaligus menjaga konsistensi permainan Barcelona. Di era Guardiola pula, Barcelona memiliki 3 lini yang masing-masing diisi pemain terbaik di posisinya. Tentu saja kehadiran pemain lulusan akademi sendiri sekelas Xavi, Iniesta, Fabregas, Pique, hingga pemain terbaik dunia, Lionel Messi berperan penting dalam membantu Guardiola menciptakan tim terbaiknya.
Trofi Liga Champions telah dua kali dalam genggaman Guardiola

Prediksi media dan fans yang meragukannya dulu, tak terbukti.Barcelona dibawanya kembali menjadi tim besar dunia. Barcelona berubah menjadi tim terbaik dunia, yang bahkan disebut banyak pihak lebih baik dari The Dream Team Johan Cruyff. Bahkan Real Madrid yang sebelumnya selalu perkasa, dibuat ternganga melihat Barcelona yang hampir menyapu bersih semua gelar di depan mata mereka --beruntung mereka merebut trofi Copa del Rey dari Barcelona sehingga tak semua gelar disapu bersih. Guardiola telah mempersembahkan 11 gelar bagi Blaugrana dari semua ajang yang mereka ikuti dan berpotensi memperbanyak koleksi trofinya melewati seniornya, Johan Cruyff, karena hingga kini, manajemen bawahan presiden Sandro Rosell tetap menginginkan Guardiola untuk memegang penuh kendali kepelatihan Barcelona selama yang ia mampu. Pertanyaannya, kapan Guardiola akan menyudahi kontraknya di Camp Nou? Entahlah. Yang pasti, sampai saat ini belum ada fans maupun penikmat sepakbola Barcelona yang menginginkan dia pergi dalam waktu dekat ini.
F.C.Barcelona, The European Champions League 2011/2012 Winner





Lanjutannya ntar ya, On Progress nih,.. ^^"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar